Senin, 29 Juni 2015

AWWALU DINNI MA'RIFATULLAH WA MA'RIFATURRASULULLAH



بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَ ّحْمَنِ اارَّحِيم


AWWALU DINNI MA'RIFATULLAH >>> DZAT
Hakikat : LA ILAHA ILLALLAH

 WA MA'RIFATURRASULULLAH >>> SIFAT
Syariat : MUHAMMADUR RASULULLAH
TIDAK PISAH - TIDAK JAUH - TIDAK BISA DIPISAH

Kalimah Toyyibah / Ruh Tauhid :
LA ILAHA ILLALLAH MUHAMMADUR RASULULLAH
*MUHAMMADUR > MIM-HA-MIM-DAL >
ATTAHIYAT > Diri Manusia
*RASULULLAH > RUH SHALAT

" Tidak meninggalkan Syariat dan tidak menghapus Muhammad Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam " 
Meyakini LA ILAHA ILLALLAH tanpa meyakini MUHAMMADURRASULULLAH = Menghapus :
MIM = Kepala
HA = Dada
MIM = Pusar
DAL = Kaki 
juga menghapus DIRI MANUSIA dan RUH SHALAT
" BUKTI KEBENARAN AL-QUR'AN adalah SHALAT "
“Awwalu dinni ma’rifatullahi ta’ala” Imam Al-Ghazali
Awalnya Agama harus ma’rifat dulu kepada Allah Ta’ala.

“Wa'bud robbaka hatta ya tikal yaqiinu” Al-Hajr ayat 99
Harus tha’at kalian kepada Allah hingga sampai kepada yakin. 

Di sini makna dalil bagaimana artinya? Bagaimana sampainya? mau yakin kepada tha’atnya saja dari baligh sampai kepada kematian baik juga. Katanya ingin sampai kepada yakin, kepada yang di tha’atinya, malah dari dulu juga tidak ada yang ma’rifat, tetapi mengapa sampai ada yang menjadi Wali nyatanya.

Pertama derajat manusia tidaklah sama, kedua, perkara wajib ma’rifat agar supaya kita hidup di dunia punya benteng pertahanan yang kuat untuk menjaga hawa nafsu yang buruk, menjadi punya rasa malu karena siang malam dilihat oleh Allah, sudah terasa, tidak ada jarak, selamanya merasa dilihat.

Itulah faedahnya, makanya manusia wajib ma’rifat buat syarat sahnya amal ibadah sekarang ketika di dunia, supaya yakin ibadahnya, tidak putus sampai mati, yakin kepada yang di ibadahi, tidak akan lupa sampai mati. Dua-duanya dikerjakan amal dengan iman, meskipun di bagian dunia benar shalatnya, tetap saja harus bertemu dulu dengan yang di shalatinya/memberi perintah.
Tidak mendahulukan shalat/to’at sebelum bertemu, benarnya puji harus bukti dulu kepada yang di pujinya.
"Jika menerima menjadi hamba harus melihat dulu kepada Tuhan-nya".

“Jika mencari jalan rejeki dengan kuli, harus mencari dulu tuannya, tidak langsung bekerja, pekerjaan memang banyak, banyak tanah untuk di buka, sawah untuk di cangkul dll jika kita langsung saja mencangkul sawah, tidak ada pembicaraan kepada pemiliknya, sudah pasti akan kedatangan yang punya sawah, dari pada ngasih duit yang ada malah di usir, karena merasa sawah akan di hak oleh yang nyangkul, pertama tentunya sebuah kerugian karena sudah mengeluarkan tenaga dengan lelahnya, kedua, tidak adanya hasil, berikut di usir dan di marah”

Bagian Agama wajib beramal ibadah sebelum ma’rifat kepada Allah, sebab perlu belajar dulu supaya bisa, untuk bekal berbakti kepada Allah, hanya saja ibadah jika belum sampai kepada ma’rifatnya, janganlah ujub karena adanya pahala, dapatnya pahala pasti bakal di timbang dengan amal baik dan amal buruknya, jika berat kepada amal baik tentunya Surga (ni’mat) jika berat kepada amal buruk tentu masuk Neraka (ketidakenakan) inilah yang mengerikan jika tidak ma’rifat.

Jika manusia sudah ma’rifat sudah tidak akan ada timbangan lagi, sebab di dunia sudah mampu dan bisa menghisab diri sendiri melalui Tharekat, sudah bisa menimbang hawa nafsunya sendiri, yang di timbang buruk tidak akan di lakukan, yang di timbang baik pasti di kerjakan.

Bagaimana jika manusia tidak tahu kepada jalan ibadah tapi ada kadar ma’rifatnya? apakah jalannya dari Tharekat? Manusia seperti itu lebih beruntung, itu tandanya mendapat taufik (pertolongan) dari Allah, ciri manusia yang di ampuni dosanya, dari mana saja jalannya pasti masuk dulu Tharekat, sebab untuk membuktikan sifat-sifatnya hakikat DZAT, SIFAT, ASMA "barang ghaib" yang tidak bisa dilihat oleh mata kepala

“Ru’yatullohi Ta’ala fidunya bi’ainil qolbi”
Melihat Dzat, Sifat Allah Ta’ala di dunia oleh awasnya hati/baathin. Itulah keterangannya yang ma’rifat kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala, tidak dipastikan bahwa harus dari Syariat dan harus bisa ngaji kitab dan Qur’an, di atas disebutkan ahli syariat juga jika ingin mengejar ma’rifat tetap saja harus masuk dulu Tharekat, Allah Maha Kuasa dan wenang, tidak kepada manusia yang bisa baca kitab Qur’an saja memberi taufik itu, buktinya para Wali juga ada yang tidak masuk pesantren, semakin ke sini tidak kurang manusia yang sampai kepada ma’rifat yang bukan dari pesantren dulunya, dan akan mendapat keutamaan jika dari jalur pesantren terus sampai kepada ma’rifatullah, sebab Dalil dan Hadist menjadi saksi.
Ma’rifat adalah untuk syarat sahnya amal ibadah, agar sempurna ibadahnya. Kedua untuk membentengi hawa nafsu buruk, agar sempurna prilaku hidupnya di dunia. Ketiga perkara ma’rifat kepada Allah adalah untuk keselamatan Dunia dengan Akhirat, sebab ;

SIFATNYA JALAN SELAMAT adalah TERANG
SIFATNYA JALAN CELAKA adalah GELAP
Walaupun ahli agama, jika tidak ma’rifat kepada Allah Ta’ala, apalagi jika belum mempunyai lampu, sepertinya ingin menubruk orang lain, ibarat mengemudikan mobil malam hari tidak memakai lampu, kejadiannya tentu tabrakan saja dengan temannya yang sama-sama tidak memakai lampu. Tiap-tiap yang sudah ma’rifat tentu merasa bodoh dan tidak akan ujub, riya, takabur, dengki dan tidak akan iri kepada orang lain, amaluna amalukum…
Bagaimana jalannya ma’rifat agar cepat sampainya?
Hal pertama jika ingin ma’rifat, harus mencari rukunnya dulu. Jika tidak ketemu rukunnya maka selamanya tidak akan bisa sampai, semuanya juga memakai rukun, ingin Iman ada Rukunnya yang 6 perkara, ingin Islam ada Rukunnya yang 5 perkara, ingin melakoni Agama ada Rukunnya yang 4 perkara yaitu Syariat, Hakikat, Tharekat dan Ma’rifat, begitu juga jika ingin ma’rifat kepada Allah Ta’ala, harus tahu rukunnya. Rukun ma’rifat ada empat perkara, kata sifat dua puluh yaitu sifat Wahdaniyah. artinya :

SATU DZAT
SATU SIFAT
SATU ASMA
SATU AF’AL
yang empat perkara kumpul ada pada manusia, hanya yang tiga DZAT, SIFAT, ASMA itu barangnya ghaib tapi ada. Makanya manusia diwajibkan harus percaya kepada barang ghoib ;

“Hudan lil muttaqiina”
Manusia muttaqin yaitu manusia yang takut kepada Allah, yang menjalankan segala perintahnya dan yang menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.

“Alladziina yu minuuna bil ghoibi”
Semua manusia yang Iman mentekadkan, membenarkan serta mengakui kepada perkara yang ghoib, disebut Muttaqin karena melakoni kepada perintahnya Allah, dan menjauhi apa-apa yang di cegah/di larang Allah, yang Iman serta mengakui kepada ghoib, harus yakin dulu kepada barang-barangnya, sebab ghoib bukan tidak ada, pasti adanya tapi kelihatannya harus oleh ghoib lagi, yang ghoib di wujud manusia yaitu Dzat - Sifat - Asma - Af'al, jadi dilihatnya juga harus oleh ghoibnya manusia lagi, karena manusia juga ada ghoibnya;

“Wallaahu ghoibun al insaanu ghoibun”
Allah ghoib, manusia ghoib. Jadi artinya ghoib itu adalah sifat-sifatnya hakikat ;

DZAT yaitu hakikatnya ALLAH
SIFAT yaitu hakikatnya MUHAMMAD
ASMA yaitu hakikatnya ADAM

Apabila kita yakin melihat kepada sifat-sifatnya hakikat, sudah pasti bisa sampai kepada ma’rifatullah.
Sebab harus diingat bahasa “Allah” itu adalah tetap nama, nama sesudah ISBAT artinya sesudah dhohir manusia, dan dhohirnya manusia adalah sesudah bergulungnya 
Dzat - Sifat - Asma - Af’al-Nya Allah.

Alhasil jika manusia sudah ma’rifat (melihat) kepada sifatnya yang empat perkara, begitulah yang di sebut ma’rifat kepada Allah, sebab itu yang empat jadi lafadz Alif – Lam – Lam - Ha “barang”, disambung menjadi lafadz Allah.

Di sini lafadz belum di ketahui menjadi Allah, tasjidpun belum ada, jadiTASJID adalah kenyataan manusia, sebab ada nama Allah adalah sesudah ada manusia. Jadi itu yang empat huruf dan ke-lima adalah TASJID, bergulungnya menjadi ada Allah ;

“Tidak akan ada AKU jika tidak ada [Allah, ke - lima tasjid] bergulung menjadi ada Muhammad (manusia), tidak akan ada Muhammad jika tidak ada AKU”

Sekarang bukti pada lafadznya juga, Alif - Lam – Lam – Ha, tidak berpisah dengan Tasjidnya. Jadi jelas sudah bahwa manusia tidak ada jarak dengan Allah :

“Wa nahnu aqrobbu ilaihi min hablil wariid”
Aku lebih dekat kepada kamu, biarpun diibaratkan urat leher, masih dekat Aku dan kamu.

HAKIKAT DZAT ALLAH
Buku : Syarah Doa Kumail
Karya : Ayatullah Husein Ansariyan

Neisyaburi, dalam kitab rijalnya, berkata, “Kumail adalah sahabat pilihan Amirul Mukminin Ali as, dimana Imam as menempatinya di barisan Imam as ketika dalam perjalanan.” Neisyaburi menambahkan, dalam perjalanan tersebut, Kumail berkata kepada Amirul Mukminin Ali as, “Apa sebenarnya Hakikat Itu?” (Hakikat Dzat Allah), Imam ali as menjawab, “ dimana engkau, dan dimana hakikat Dzat Tuhan itu?”

Lalu, Kumail berkata, “Apakah saya bukan pengikut pilihan dan setia kamu?”, Imam as menjawab, “Iya, wahai Kumail, kamu adalah pengikut setia dan pilihan ku, pada akhirnya, berbagai makrifat yang ada di diri ku akan sampai kepada kamu.”

Mendengar itu, Kumail kembali berkata, “Apakah sosok Mulia seperti engkau akan mengecewakan orang yang bertanya?” Imam ali as berkata, “ Hakikat Dzat Tuhan tidak dapat dipahami melainkan melalui kashaf (pemandangan syuhudi), dan juga tidak dapat dipahami melainkan dengan jalan penyucian, yaitu kita mensucikan Dzat Tuhan dari segala sesuatu yang pernah kita bayangkan dan lihat.”

Amirul Mukminin Ali as, menambahkan, “ Manusia harus mengetahui bahwa Tuhan bukanlah yang ada dalam angan-angan dan khayalannya. Apa yang ada di dalam angan-angan dan khayalan (imajinasi) seorang manusia, bukanlah Tuhan, akan tetapi itu adalah makhluk-Nya (yang diciptakan-Nya).”

Amirul Mukminin Ali as, melanjutkan bahwa ketika seseorang dapat terbebas dari alam khayal dan angan-angan, dan masuk ke dalam ILMU dan ruangan baathin (Alam baathin) yang murni, dimana di dalamnya sama sekali tak ada angan-agan dan khayal, maka dalam kondisi itu, seseorang dapat melihat hakikat. Karena angan-angan dan khayalan (imajinasi) merupakan penghalang baathin guna menemukan sebuah hakikat.

Dinukil dari buku syarah doa kumail, karya Ayatullah Husein Ansariyan.
http://www.erfan.ir/58588.html

Shalat adalah untuk mengundang RAHMAT ALLAH
dan Shalat adalah untuk memohon SYAFA'AT RASULULLAH

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam ;
Allah tidak memandang RUPA dan HARTAMU tetapi Allah memandang HATI dan AMALANMU.


SYARIAT - THAREKAT - HAKIKAT - MA'RIFAT




بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَ ّحْمَنِ اارَّحِيم


SYARIAT tanpa HAKIKAT >Tahayul
HAKIKAT tanpa SYARIAT > Bohong

Syariat adalah bayangan hakikat ;

Ibarat sebuah kisah film di layar lebar, ketika lakon baik di mainkan, penonton akan senang, dan ketika lakon buruk di mainkan maka penonton akan kecewa, marah dan benci, sangat langka orang yang yang di beri tahu ISI DOKUMEN film, di balik layar lebar ada OPERATOR yang menjalankan DOKUMEN (rol film) dan SUTRADARA yang merangkap sebagai pembuat skenario.

Syariat adalah nama Allah, berbeda dengan nama Governement, sebab Governement juga tidak boleh di tunjuk wujudnya, umpama ditunjuk akan menjadi lain, misalnya kita menetapkan Governement itu kepada Paduka Sri Baginda itu adalah Raja, menunjuk kepada Residentnya Assistant Bupati itu adalah Pemerintahnya, menunjuk kepada bawahannya itu adalah Negaranya, menunjuk kepada orang-orang di kampungnya, itu adalah Rakyatnya, jadi artinya Governement adalah suatu perkumpulan, rukunnya empat perkara ;

1. Adanya Raja
2. Adanya Pemerintah
3. Adanya Rakyat
4. Adanya Negara (bawahannya).

Satu rukunnya itu empat sifat berdiri menjadi sebuah Governement, jadi Governement adalah nama yang meliputi kepada empat sifat. Sesudah berdiri dengan nama Governement, di situ membuat Wet hukuman dan aturan buktinya Wet Staatsblad.

Jadi Allah juga adalah nama, yaitu nama yang meliputi kepada 4 sifat, yaituDZAT - SIFAT – ASMA - AF’AL.
Dzat ibarat Raja, apakah Rajanya di wujud manusia?
Asma ibarat Rakyatnya, apakah nyatanya di wujud manusia?
Af’al ibarat Negaranya, apakah buktinya di wujud manusia?
jika sudah tahu kepada barangnya yang empat dengan yakin terlihat oleh mata baathin, itulah yang di sebut ma’rifat kepada Allah.

Jangankan kurang tiga, kurang satu saja tidak sah ma’rifatnya. Sudah bukti di lafadznya juga, jika kita menulis lafadz Allah, tapi hurufnya kurang satu, akankah menjadi lafadz Allah? Tidak akan, apalagi jika kurang tiga.

Jadi ini juga adegan wujud manusia, jika kurang satu tidak akan bisa berdiri tegak. Begitu juga dengan nama Governement yaitu kumpulannya yang empat ;
DZAT – SIFAT – ASMA - AF'AL.

Apakah Dzat merupakan hal yang wajib harus dilihat? 
Sedangkan Dzat kata dalilnya Bila Haeffin, artinya tidak berwarna tidak berupa, tidak merah, tidak hitam, tidak kuning, tidak putih, tidak terang dan tidak gelap”.
TIDAK WAJIB melihat kepada Dzat, yang wajib adalah WAJIB TAHU adanya sambil terasa.
Ibaratnya kepada barang dunia seperti kepada api, melihat kepada apinya (sifatnya) wajib tahu kepada panasnya/adanya panas, syaratnya jika ingin yakin kepada adanya panas, harus di pegang dan merasakan sifatnya api, pasti yakin adanya panas, begitu juga jika kita sudah melihat kepada Sifat-Nya Allah, pasti terasa adanya Dzat, serta terasa meliputinya kepada segala sifat- sifat (Kesadaran Murni)

Jadi, Dzat yang lebih kuasa, ibarat api (sifatnya) api tentu keluarnya dari adanya panas, buktinya jika kita mau membuat api dari korek api, ingin ada apinya harus digoreskan dulu biji korek dengan bungkusnya agar menghasilkan panas, sesudah ada panas keluarlah apinya, disitu api dan panas menjadi satu, yang membuat dan yang di buat. Begitulah Allah yang membuat suka bersatu dengan yang di buat, tidak seperti manusia jika akan membuat barang, suka berpisah dengan yang di buatnya, Allah sendiri yang membuat, Allah sendiri yang ada, asal Nafi jadi Isbat. Isbat Nafi jadi satu, jadi lafadz ;

Lailahailallah :
LAM kenyataan adanya DZAT
ALIF - LAM - HA kenyataan adanya SIFAT
ALIF - LAM kenyataan aadanya ASMA
ALIF - LAM - LAM - HA kenyataan adanya AF’AL

Jadi sekarang juga haqnya Islam adalah yang sudah ma’rifat [melihat] Baginda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam sambil dituruti perintahnya itulah Islam, hanya saja melihat itu bukan kepada syariatnya [Majajinya] tapi kepada hakikatnya yaitu Jauhar Awwal Rasulullah/Ruh Ilmu Rasulullah/Cahaya Awwal Rasulullah/Hakikat Muhammad.Cahaya pertama yang di buat oleh Maha Suci yaitu Sifat-Nya Allah Ta’ala, atau Sifat Qudrat [Kuasa] Maha Kuasa yang membuat Ruh semuanya.

Satu Asma-Nya Allah ;
Yang disebut satu Asma-Nya Allah Ta’ala yaitu SIFAT RUH (Adam Hakiki) barang yang masih ghoib suka disebut Ismudzat.

Sifat IRADAT-Nya Allah Ta’ala, menjadi SIFAT dan ASMA Allah yaitu JAUHAR AWWAL dan RUH.
QUDRAT yang MENGHIDUPKAN MANUSIA
IRADAT (Ruh) yang menjadikan PENGLIHATAN, PENDENGARAN, PENCIUMAN, PERKATAAN.

Jadi manusia itu berasal dari Qudrat Iradat-Nya Allah, itulah sifat-sifatnya Qudrat Iradat-Nya Allah Ta’ala asalnya dari situ, wajib untuk di ketahui, supaya bisa pulang dengan selamat ke asalnya.

Jika manusia tidak ma’rifat ke situ, pasti matinya balik lagi ke dunia. Sudah menjadi bukti pada gentayangan menjadi arwah [Sifat nyawa] mati tetapi balik lagi ke dunia, dunia ini bakalan rusak, menurut rukun Iman“wal yaumil akhiri” tiap-tiap pulang ke tempat yang bakal rusak, pasti yang mengisinya juga ikut rusak.

Satu Af’al-Nya Allah ;
Apakah wujud yang dipakai hasil membuat Ibu dan Bapak? Jika Ibu dan Bapak bisa membuat wujud, yang ada pastinya manusia akan membuat sebagus mungkin anak-anaknya, jadi sebetulnya Ibu Bapak hanya menjadi sebab saja, yang menjadikan tetap tiada lain adalah Allah Maha Suci saja , untuk membuktikan kekuasaan-Nya, tetapi biarpun kuasa harus memakai sebab ;

“In sabaaba'ala kuli syai'innalloha” Allah menjadikan segala rupa sesuatu sebab saja.
Wujud adalah rantainya (bersatunya) kepada
DZAT - SIFAT - ASMA - AF’AL atau jika di lafadz bersatunya ALIF - LAM - LAM - HA, ketarik kepada kenyataan Allah, jadi iniAf’al wujud menjadi huruf lafadz HA-nya lafadz Allah

Apakah ini baru? Yang baru adalah Isbatnya (adanya) ini adalah barang NAFI, Nafi Isbat jadi SATU.

Jika wujud adalah barang Nafi, mengapa terkena rusak dan bau di kuburnya? Bisa jadi buruk baathin, jika wujud ini diakui wujud (manusia), ini adalah bukan wujud manusia tapi wujud (buktinya) perbuatan Allah, tempat untuk manusia dan perabotannya untuk memenuhi segala keinginan manusia.

Jika ingin ke Jakarta apakah wujudnya yang ingin ke Jakarta? RASA lah yang ingin ke Jakarta, akan tetapi apakah RASA bisa datang ke Jakarta, jika tidak di antarkan oleh wujud? RASA tidak akan bisa datang, jangankan ke tempat jauh, ingin ke WC juga tidak akan bisa jika tidak di bawa oleh wujud, wujud juga tidak bisa pergi jika tidak oleh DZAT - SIFAT - ASMA [Hidup dan Ruh] - AF'AL Allah Ta’ala.  “Segala keinginan manusia tidak akan jadi, jika tidak di barengi oleh Allah”

Di sinilah Allah terasa, tidak pilih kasih kepada semua manusia, sebab rata semua pada diberi wujud, kenyataan Af’al-Nya Allah untuk menyertai serta menjadikan segala keinginan manusia, isi Alam dunia yang indah dengan gedung-gedung yang tinggi menjulang, kapal-kapal yang di air, pesawat yang di udara, mobil, kereta api dan semua isi dunia, yang menjadikannya tidak lain adalah wujud (Af’alullah) tetapi yang punya kemauan dan keinginan adalah manusia, begitu juga untuk isi Akhirat, juga Surga dan Neraka, adanya hasil dari pekerjaan wujud, hasil perbuatan sekarang di dunia.

Makanya tetap Allah Maha Suci, tidak mengambil faedah dari membuat manusia, tidak akan mengganjar, tidak akan menyiksa kepada semua manusia, adanya Surga dan Neraka adalah hasil dari perkataan, i'tiqod dan prilaku waktu di dunia, tergantung bagaimana mengolah Af’alullah ini yaitu wujud, sebab Allah sudah memberi satu Af’al kepada masing-masing manusia dan cukup untuk mengadakan isi Dunia dan Akhirat.

Sebabnya begitu berhati-hatilah dalam menjalankan kehidupan ini,Af’alullah ini adalah amanat Allah, barang yang suci, jangan gegabah mempergunakannya, jalankan kepada kebaikan saja, dipakai ibadah kepada yang Maha Kuasa, dipakai puji sambil dibarengi shaleh, artinya harus suci hatinya, suci tekadnya, suci ucapnya, suci prilakunya, kata hati di jaga, hati jangan dipakai munafik, iri, dengki, ujub, riya, takabur, buruk sangka kepada sesama manusia, ucapan di jaga, wujud jangan dipakai prilaku maksiat.

Makanya Allah mengadakan kitab Qur’an yaitu untuk menjadi petunjuk manusia agar jangan salah langkah masuk kepada Neraka. Alhasil kitab Qur’an bukanlah untuk menghukumi orang lain, tapi untuk menghukumi diri sendiri (untuk yang membacanya) tapi sebagian besar hasil dari pada ngaji Qur’an suka di pakai menghukumi kelakuan orang lain, terhadap ilmu yang ada di orang lain. Sangat jarang dipakai untuk menghukumi kepada prilaku dan ucapnya sendiri yang buruk. “amal saya untuk saya, amal orang lain buat orang lain”. " FASTABIQUL KHAIRAT "
Rukun Agama, Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun antar sesama.

Af’alullah jika sekarang dipakai melakoni keburukan seperti yang disebutkan di atas akibatnya tentu menjadi ketidakenakan alias Neraka, dari sekarang terus terbawa sampai ke Akhirat, malah nanti di Akhirat hasil dari pada keburukan – keburukan, apakah itu dari tekad, ucapan, prilaku dari aqil baligh sampai mati akan menjadi satu, menjadi Neraka yang lebih besar dan tempat yang kekal.

Sebaliknya jika Af’alullah dari aqil baligh dijalankan kepada kebaikan, dipakai jalan ibadah, dipakai prilaku, ucap dan tekad yang baik, tentu nanti di Akhirat menjadi Surga yang lebih agung ni’matnya serta langgeng, jadiSIFAT KELAKUAN yang kelak akan menghuni Surga.

Wujud adalah salah satu kenyataan wujud Af’alullah (perbuatan) jadi jelas bahwa ini bukanlah wujud manusia. Wujud manusia adalah ghaib, ada tapi tidak terlihat, yang terlihat adalah kenyataan Af’alullah, diri manusia itu tersembunyi ;

“Waman aroffa nafsahu, faqod aroffa robbahu”….”man aroffa robbaha, faqod jahilan nafsah”
Siapa manusia yang tahu kepada dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya, dan tentu merasa bodoh dirinya.

Diri kita harus di cari, yang terlihat sekarang ini adalah bukan diri manusia, bukan mencari barang yang sudah bukti, malah sejak kecil jasad ini sudah di akui, sudah ketemu.

Jika manusia tahu kepada dirinya sendiri tentu merasakan bedanya antara Allah dan manusia , bedanya yang suci dan yang kotor, setiap merasa kotor, sudah pasti tahu jalannya yang menjadikan kotor, tentu mau bersungguh-sungguh bersih-bersihnya (Taubat)

Jika bisa memenuhi empat perkara yaitu Syariat, Hakikat, Tharekat, Ma’rifat pasti sempurna dunia dan akhiratnya, di dunia menjadi sah ibadahnya (Amal dan Iman)

“Ma’rifatin laa tasihu sholaatuhu 'Man Shollaa bilaa ma”
“Kesempurnaan di Akhirat adalah tergantung bagaimana di Dunianya” 

SYARIAT - THAREKAT - HAKIKAT - MA'RIFAT
Syariat - Tharekat - Hakikat - Ma'rifat = 
Menghasilkan > ILMU
Menjadi > BUKTI
Berbuah > KEYAKINAN = RUH IMAN
Hakikat Ilmu = Iman
Ke empat ini harus bisa menjadi satu, menjadi rukun agar bisa menyusul, ibaratnya Syariat adalah perahu yang mengambang di atas samudra, Hakikat ibarat lautan air, Tharekat diibaratkan kemudi, supaya sampai ke tengah-tengah laut, Ma’rifat ibarat intan berlian di dasar laut.

Bagaimana menyusurinya di dalam diri?
Apa kenyataannya disebut perahu?
Lautan air apa nyatanya?
Intan apa nyatanya?
Menetapkan Ilmu Syariat sudah lumrah semuanya, yaitu prilaku Ibadah, yaitu dzikir dan ngaji, hafalan ayat, rajin Shalat, mendengarkan ceramah dll.

Hakikatnya yaitu kata Ilmu Syariat adalah HATI kenyataannya, Tharekatnya yaitu Mandi (Penghilang hijab) Shalat To’at, Shalat Taubat, Shalat Munajat, Dzikir/Wirid disebut Naqsabandiyah, Naqodariyah, Naqsatariyah, apakah Ma’rifat ahli Syariat? Asal saja percaya bahwa bumi dan langit buatan Allah, itu tidak akan salah, tiap-tiap ada bukti buatan-Nya, sudah pasti adanya Allah, begitu saja lumrahnya Ilmu Syariat, di kerjakannyapun di tuntut satu persatu, ke empatnya tidak berbarengan, seharusnya yang empat harus bersatu, harus rukun.

Supaya bisa sampai Ma’rifat kepada Maha Suci, oleh ilmu Hakikat, yaitu harus bisa yang empat menjadi satu, Syariat, Hakikat dan Tharekatnya, harus bergulung kepada Ma’rifat, diibaratkannya ;

SYARIAT yaitu PERAHU
HAKIKAT ibarat LAUT
THAREKAT ibarat KEMUDI dengan perabotannya agar supaya sampai ke tengah-tengah pusaran samudra, untuk mengejarMA’RIFAT sejati yaitu INTAN BERLIAN

Nyatanya PERAHU tadi, buktinya adalah BADAN, yang bernama WUJUD JASMANI.
LAUT nyatanya RUH adalah yang merubah kepada jasad, sehingga bisa bergerak dan berbalik tiada lain oleh ijin Ruh. 
PERAHU bisa gerak digerakan oleh samudra, persis seperti jasmani digerakan oleh Ruh.
KEMUDI-nya adalah tangan kanan dan kiri, dayungnya ada;ah sifat hidup, yang membawa ke tengah-tengah samudra.


Meskipun sudah di tengah jika tidak dengan menyelam pasti tidak akan mendapatkan Intan berlian, samudra yang sangat dalam, taruhannya nyawa karena banyak pemangsa seperti berhala, dewa - dewa dan makhluk – makhluk buas yang sangat mengerikan dari berbagai macam kerajaan - kerajaan.

Makhluk-makhluk buas itu menggoda agar menyelamnya tidak jadi, akhirnya pulang lagi ke darat, di akhir pasti menyesal karena tergoda, matinya tidak bisa sampai tetap mengambang di lautan.

Terombang- ambing oleh ombak, terkena benturan dengan batu karang, bercampur dengan najis, bangkai-bangkai dan kotoran di atas laut, siksaan bagi yang tidak sampai kepada dasar samudra Intan berlian, Intan berlian di dalam diri, satu Nur-Nya Allah Yang Maha Suci, yaitu Iman, sifatnya Iman [RUH IMAN]

TINGKATAN IMAN ;
1. Iman 'Am [umum]
2. Iman Ilmu [Ma'rifatullah illabillah]
3. Iman I'an [Ainul yaqin, Istiqomah]
4. Iman Haq
5. Iman Hakikat
6. Iman Hakikatul Hakikat
7. Iman Hakikatul Yaqin

Hak Allah untuk mengundang Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam ketika Isro Miraj dan hak Allah jualah yang bisa mengundang seseorang untuk bisa shalat Jum’at dan pergi Haji atas undangan Allah, tidak ada seorang manusiapun yang mampu ma’rifat tanpa di undang oleh Allah, ibarat seseorang yang ingin bertemu dengan Presiden, maka tidak ada seorangpun yang bisa datang ke Istana Presiden kecuali atas undangan dari Presiden itu sendiri, dan mustahil seseorang bisa menemui Presiden dalam keadaankumal, kotor dan bau.

Rahasia Ilmu Ma'rifat I




" Sesungguhnya Rasulullah itu adalah contoh paling utama bagi orang yang menghendaki menemui Allah (Ma'rifat) dan dihari kemudian harus ingat sebanyak-banyaknya kepada "dia"" (Q.S Al-Ahzab [33] : 21)

Makrifat merupakan  ilmu pengetahuan yang tertinggi dalam agama islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, ilmu makrifat dijawa disebarluaskan oleh Sunan Bonang dan Sunan Giri yang memperoleh pelajaran dari Maulana Ishak yaitu Ayah Sunan Giri dan Syeh Hamzah Fansuri yang menjabat penasehat spriritual kerajaan pasai dai pantai barat Sumatra.Murid-murid sunan Bonang dan sunan Giri antara lain : Sunan Kalijaga, Sunan Kudus dan Para Wali lainnya serta Raja-raja jawa dan kerabat kenalan terdekat, Raja-raja dan kerabat Keraton yang menggunakan gelar Ki Ageng (K.A) adalah Guru-guru Murshid atau Guru Makrifat.

Ilmu makrifat sejak jaman para Wali hingga sekarang diajarkan secara rahasia dan tertutup hanya kepada orang-orang terpilih dan diajarkan secara lisan. Pada zaman penjajahan mengajarkan ilmu makrifat itu dilarang, karena para pahlawan yang memberontak kepada belanda umumnya mempunyai Ilmu Makrifat. Pada abad modern ini, dizaman Globalisasi dan era informasi, para penceramah berusaha mengajarkan ilmu makrifat secara terbuka sesuai perkembangan zaman. Maka pada kesempatan ini penulis mencoba berbagi tulisan tentang ilmu makrifat,"semoga bermanfaat."

Tujuan menyebarkan ilmu Makrifat adalah " Agar sebanyak mungkin manusia mendapat/memperoleh pencerahan, untuk meningkatkan kesadaran spiritual". Dalam rangka menghadapi zaman baru (New Age) yang semakin semrawut  maka perlunya manusia mempersiapkan diri secara Fisik, Mental dan Spriritualnya. Manusia selagi hidup harus mengenal JATI DIRINYA, MENGENAL TUHANNYA DAN MISINYA di dunia sebagai Khalifah (Co-Creator).

A. Tingkatan Pelajaran Dalam Agama Islam
Bagi para pengikut Nabi Muhammad S.A.W, Tingkatan pelajaran dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:
1. Syareat (Tingkat Wajjibulyaqin)
2. Tarekat ( Tingkat Ainulyaqin)
3. Hakekat ( Tingkat Haqqulyaqin)
4. Ma'rifat (Tingkat Isbatulyaqin)

Baiklah sekarang kita bahas satu persatu,
1. SYAREAT Adalah pengetahuan terhadap jalan menuju Allah SWT, kesadaran berperilaku hidup sehari-hari  dengan aturan sosial dan lingkungan yang berlaku (Sembah Raga). Syareat merupakan hubungan antara Manusia dengan manusia (Hablul minna naas).

2. TAREKAT  adalah berjalan menuju ketentuan-ketentuan syareat, yakni berbuat sesuai dengan yang diatur oleh syareat dimana kesadaran mental berorientasi pada dimensi-dimensi bawahan (Bawah Sadar) (Sembah Cipta).

3. HAKEKAT adalah usaha mendekatkan diri dan menemukan Allah SWT dengan perilaku tertentu. Usaha yang terus menerus kepada Allah SWT., kesadaran mentalnya berorientasi kepada dimensi-dimensi atasan (Budi Luhur) (Sembah Jiwa/Sembah Rasa).

4. MA'RIFAT adalah hubungan antara manusia dengan Allah SWT. (Hablul Minaulloh). Ilmu pengetahuan yang sampai pada tingakat keyakinan yang mutlak dalam "Meng-Esakan Allah SWT". penghayatan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bagi yang telah dapat menyaksikan NUR ALLAH (Sembah Sukma).

Baca Artikel Tentang Syareat-Tarekat-Hakikat-Ma'rifat klik disini>>

PENGERTIAN MA'RIFAT

Menurut Imam Ghazali :
"Ma'rifat artinya pengenalan kepada Allah, berdasarkan penyaksian" jadi Ma'rifat artinya menyaksikan Allah secara langsung, secara nyata, tanpa perantara. Rasulullah Muhammad SAW bersabda : " Awaludini ma'rifatullah ta'ala" artinya : "Awal mula beragama adalah mengenal/memyaksikan Allah". Contoh : Nabi Muhammad setelah ma'rifatullah memperoleh wahyu pertama di Gua Hira untuk Iqro dengan perantara Malaikat Jibril, sedangkan perintah melaksanakan sembahyang lima waktu diperoleh beliau pada Isro dan Mi'raj. Kesimpulan Nabi Muhammad SAW bertemu dnegan Tuhan terlebih dahulu (Marifatullah) Kemudian mendapat perintah mengajarkan Agama.

(Bersambung Ke Rahasia Ilmu Ma'rifat II)>>>>

Sejarah Nusantara


Sejarah Nusantara adalah peristiwa-peristiwa dan kerajaan-kerajaan yang berdiri di Nusantara atau Dunia Melayu yaitu di Negara  Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, dan Republik Indonesia. Umumnya, sejarah rantau ini dibagi kepada zaman purba atau prasejarah, zaman kerajaan Hindu Buddha, zaman kerajaan Islam dan akhirnya zaman kolonial. Selepas zaman kolonial, Nusantara berpecah kepada beberapa negara yaitu Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia dan Timor Timur.

Zaman prasejarah

Penghijrahan manusia purba masuk ke wilayah Nusantara terjadi antara 100,000 - 160,000 tahun yang lalu sebagai sebahagian penghijrahan "keluar dari Afrika". Selanjutnya, kira-kira Abad ke-20 SM, 2000 SM, penghijrahan besar-besaran masuk ke Kepulauan Nusantara dilakukan oleh ras Austronesia dari Yunnan dan mereka menjadi nenek moyang kepada suku-suku di wilayah Nusantara barat. Mereka datang dalam dua gelombang, iaitu sekitar tahun 2500 SM dan 1500 SM.
Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup baik. Mereka faham akan cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Ketibaan pendatang-pendatang dari India pada abad-abad akhir sebelum masihi memperkenalkan sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan) kepada mereka, dengan Dewawarman merupakan orang pertama yang memperkenalkan model tata pemerintahan yang lebih maju itu. Dewawarman juga melanjutkan dan memajukan wilayah kekuasaan di bawah Aki Tirem.
Kerajaan Hindu/Buddha (0-1500)







Kerajaan-kerajaan Hindu Buddha utama di Nusantara.




Candi Borobudur di pulau Jawa merupakan bukti kekuasaan kerajaan-kerajaan Dharma di Nusantara.

Ketika awal tarikh Masihi, Nusantara diperintah oleh beberapa kerajaan Buddha dan Hindu. Agama-agama dharma ini disebarkan oleh pedagang-pedagang India yang belayar ke Nusantara. Kerajaan Hindu pertama di Nusantara, mengikut catatan pedagang India ialah kerajaan Jawa Dwipa di pulau Jawa yang wujud sekitar 200 SM. Manakala, mengikut Prasasti Yupa, kerajaan tertua di nusantara ialah Kerajaan Kutai[1] yang bertarikh 400 SM.



Pada kurun ke 7 hingga kurun ke 14, terdapat dua kerajaan besar iaitu kerajaan Srivijaya dan kerajaan Majapahit. Kerajaan Srivijaya merupakan kerajaan pertama yang berjaya menyatukan Nusantara dan membentuk acuan budayanya. Ini diikuti dengan kerajaan Majapahit dari Jawa. Pengaruh Hindu ini bertahan sehingga abad ke 14 apabila Islam mula memasuki Nusantara menerusi Sumatra.

Sumatera
Kerajaan Srivijaya
Kerajaan Keritang
Kerajaan Melayu Jambi/Kerajaan Dharmasraya/Kerajaan Melayu Lama - Jambi
Kerajaan Sekala Brak

Semenanjung Melayu
Kerajaan Gangga Negara
Kerajaan Langkasuka
Kerajaan Pan Pan
Kerajaan Kedah Tua
Kerajaan Chi Tu/Kerajaan Tanah Merah

Jawa
Kerajaan Salakanagara
Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan Sunda Galuh
Kerajaan Isyana
Kerajaan Kalingga
Kerajaan Mataram Kuno (Hindu)
Kerajaan Medang
Kerajaan Kahuripan
Kerajaan Kediri
Kerajaan Kanjuruhan
Kerajaan Janggala
Kerajaan Jawa Dwipa
Kerajaan Singhasari
Kerajaan Majapahit
Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Blambangan
Kerajaan Sailendra
Kerajaan Sanjaya

Borneo
Kerajaan Kutai
Kerajaan Po Ni
Kerajaan Banjar
Kerajaan Negara Daha
Kerajaan Negara Dipa
Kerajaan Tanjung Puri
Kerajaan Nan Sarunai
Kerajaan Kuripan

Vietnam
Kerajaan Champa


Kerajaan Islam (1500 - sekarang)




Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara




Masjid Baitul Rahman, Bandar Aceh. Aceh merupakan pusat tumpuan penyebaran Islam setelah kejatuhan Melaka.

Islam mula menapak di Nusantara sekitar kurun ke 11 menerusi Sumatra apabila kerajaan Pasai memeluk agama Islam. Penyebaran awal Islam di Nusantara dilakukan pedagang-pedagang Arab, Cina, India dan Parsi. Selepas itu, proses penyebaran Islam dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam Nusantara melalui perkahwinan, perdagangan tempatan dan peperangan.

Pada kurun ke 14, Kesultanan Melaka berkembang menjadi pusat penyebaran Islam di Nusantara. Setelah kejatuhan Melaka, pusat penyebaran Islam beralih ke Kesultanan Aceh di Sumatra. Pada lewat kurun ke 15, Hampir keseluruhan Nusantara sudah memeluk Islam kecuali di pulau Bali, Filipina dan beberapa kawasan di Borneo, Sulawesi dan Jawa Barat.

Sumatra
Kepaksian Sekala Brak
Kesultanan Aceh
Kesultanan Asahan
Kerajaan Kemuning
Kerajaan Batin Enam Suku
Kerajaan Indragiri
Kesultanan Riau-Lingga
Kesultanan Deli
Kesultanan Jambi
Kesultanan Kota Pinang
Kesultanan Langkat
Kesultanan Pagaruyung
Kesultanan Palembang
Kesultanan Serdang
Kesultanan Siak Sri Inderapura
Kerajaan Pasai
Kesultanan Perlak

Semenanjung Melayu
Kerajaan Naning
Kerajaan Negeri Sembilan
Kerajaan Perlis
Kesultanan Johor
Kesultanan Kedah
Kesultanan Kelantan
Kesultanan Perak
Kesultanan Pahang
Kesultanan Patani
Kesultanan Selangor
Kesultanan Terengganu
Kesultanan Melaka

Jawa
Kesultanan Banten
Kesultanan Cirebon
Kesultanan Demak
Kesultanan Pajang
Kesultanan Mataram
Kesultanan Kartasura
Kerajaan Sumedang Larang
Kasunanan Surakarta
Kesultanan Yogyakarta
Mangkunagaran
Kadipaten Pakualaman

Borneo
Kesultanan Banjar
Kesultanan Bulungan
Kesultanan Brunei
Kesultanan Kutai
Kesultanan Sambas
Kerajaan Tanjungpura
Kesultanan Pontianak
Kesultanan Pasir Balengkong
Kesultanan Gunung Tabur
Kesultanan Sambaliung

Sulawesi
Kerajaan Luwuk
Kerajaan Wajo
Kesultanan Bone
Kesultanan Buton
Kesultanan Gowa
Kesultanan Soppeng

Filipina
Kerajaan Manila
Kesultanan Maguindanao
Kesultanan Sulu

Maluku
Kesultanan Ternate
Kesultanan Tidore
Kesultanan Jailolo
Kesultanan Bacan
Kerajaan Tanah Hitu

Nusa Tenggara
Kesultanan Bima
Kesultanan Dompu
Kesultanan Samawa

Zaman Penjajahan Eropa



Zaman penjajahan Eropah bermula apabila Portugis menawan Melaka pada tahun 1511. Pada tahun 1521, Ferdinand Magellan tiba di Cebu, Filipina dan menjadikan pulau itu sebahagian daripada empayar Sepanyol. Pada tahun 1565, keseluruhan Filipina jatuh ketangan Sepanyol dan dinamakan Hindia Timur Sepanyol. Pada 1602, Syarikat Hindia Timur Belanda ditubuhkan dan pada tahun 1605, Ambon ditawan Belanda daripada tangan Portugis. Inggeris pula mula menapak di Nusantara apabila Sir Francis Light membuat perjanjian lisan dengan Sultan Kedah untuk mendapatkan Pulau Pinang. Belanda dan Inggeris kemudiannya bersaing untuk meluaskan pengaruh di Nusantara dan persaingan ini berhenti apabila Perjanjian Inggeris Belanda 1824 dimaterai. Perjanjian ini dan juga penjajahan Sepanyol merupakan titik penting dalam sejarah dimana Nusantara mula berpecah belah, daripada sebuah rantau yang bersatu kepada beberapa negeri mengikut penjajahnya.